Indonesia telah merdeka selama 65 tahun
sejak 17 Agustus 1945 dimana untuk pertama kalinya kemerdekaan
Indonesia di proklamirkan oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa
Indonesia. Dalam kurun waktu itu Indonesia mengalami pergantian kekuasan
pemerintahan mulai dari masa kekuasaan Orde lama (Orla), Orde Baru
(Orba) hingga masa sekarang ini dimana masyarakat Indonesia menyebutnya
dengan sebutan Orde Reformasi. Indonesia pernah dipimpin oleh 6 orang
Presiden dengan berbagai latar belakang berbeda mulai dari yang berlatar
belakang seorang tentara (militer), ilmuwan, yang hanya lulusan sekolah
SMA, bahkan seorang ulama pun pernah merasakan duduk dalam kekuasaan di
negeri ini. Indonesia pernah dipimpin oleh seorang Presiden Soekarno
yang merupakan proklamator kemerdekaan Republik Indonesia dan merupakan
Presiden pertama negeri ini yang berlatar belakang pendidikan Insinyur
yang diraihnya pada 25 Mei 1926 di THS (Technische Hooge-School),
Sekolah Teknik Tinggi yang kemudian hari menjadi Institut Teknik Bandung
(ITB), selanjutnya Soeharto yang notabene adalah seorang Jenderal
bintang lima selama kurang lebih 32 tahun memimpin bangsa ini dengan
segala kelebihan dan ketidakpuasan yang dialami masyarakat Indonesia di
bawah era kepemimpina Soeharto.
Pada masa era reformasi yang dimulai
pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri
pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil presiden BJ Habibie. Indonesia
telah mengalami 5 pergantian kepemimpinan. Presiden BJ. Habibie yang
berlatar belakang seorang ilmuwan merupakan presiden pertama di era yang
mengharapkan kemajuan dan perubahan dalam masyarakat Indonesia yang
selama 32 tahun berada di bawah bayang-bayang Soeharto. Abdurrahman
wahid (Gus Dur) yang berlatar belakang seorang ulama, Megawati Soekarno
Putri yang tidak pernah menyelesaikan pendidikan di bangku kuliah, dan
Susilo Bambang Yudhoyono yang berpangkat Jenderal TNI sebelum pensiun
pada 25 September 2000 secara bergantian menduduki kekuasaan tertinggi
di negeri yang berpenduduk kurang lebih 230 Juta jiwa. Khusus Susilo
Bambang Yudhoyono, beliau menjabat Presiden RI hingga 2 kali periode
sejak 2004 hingga 2014 nanti. Sampai saat ini jabatan yang dipegang oleh
Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI adalah terlama sejak
berakhirnya kekuasaan Soeharto (Orde baru) dan BJ. Habibie merupakan
seorang Presiden dan Wakil Presiden di era reformasi yang masa
pemerintahanya terpendek dalam sejarah Indonesia. Beliau menjabat selama
2 bulan dan 7 hari sebagai wakil presiden dan takdir Allah menuntun
beliau menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan
presiden pada tanggal 21 Mei 1998. BJ. Habibie digantikan oleh
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20
Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan demikian beliau hanya 1
tahun dan 5 bulan menjabat sebagai presiden RI. Inilah yang menjadi
titik tolak pemikiran dalam penulisan ini, bagaimana seorang BJ. Habibie
yang dalam pemerintahannya berlangsung dalam kurun waktu begitu singkat
harus menata kembali sebuah negara dengan kemajemukan penduduknya yang
selama kurang lebih 32 tahun harus terbelenggu dibawah kekuasaan
Soeharto. BJ Habibe adalah seorang Presiden RI yang menduduki puncak
kekuasaan tertinggi di negeri ini ketika rakyat menginginkan adanya
perubahan dalam segala sapek kehidupan. Kalo di ibaratkan cuaca,
Habibie ada pada cuaca dingin karena sebelumnya rakyat begitu terbuai
dalam tidur panjangnya pada masa orde baru menuju cuaca panas, dimana
rakyat Indonesia terbangun dan menginginkan perubahan.
1.2. Identifikasi Masalah
Masa pemerintahan BJ. Habibie yang
begitu amat singkat telah menimbulkan berbagai macam pertanyaan dalam
hubungannya dengan bagaimana seorang BJ. Habibie harus mengurus dan
menata suatu negara yang secara luas wilayah dan jumlah penduduk
termasuk salah satu yang terbesar didunia. Seperti kita ketahui dalam
menata kehidupan seorang manusia tanpa dipungkiri selalu terlibat
berbagai aspek kehidupan baik politik, ekonomi, sosial budaya, maupun
pertahanan keamanan yang semuanya merupakan sistem yang tidak
terpisahkan.
1.3. Pembatasan Masalah
Seperti yang diuraikan diatas, berbagai
aspek kehidupan tidak dapat terpisahkan begitu saja dalam kehidupan
seorang manusia. Akan tetapi, dalam waktu yang sama, penulis memiliki
sejumlah keterbatasan, terutama waktu, biaya, tenaga serta kemampuan
akademik. Menyadari kondisi tersebut dan terutama sesuai dengan kaidah
keilmuan, maka permasalahan dalam penulisan karya tulis ini dibatasi
hanya mengenai :
- Bagaimana kehidupan BJ Habibie sebelum jadi Presiden RI yang ke 3 ?
- Bagaimana kebijakan Presiden BJ Habibie dalam Pembangunan ekonomi Indonesia ?
- Bagaimana kebijakan Presiden BJ Habibie mengenai sistem politik di Indonesia ?
1.4. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah selain untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metodologi dan Historigrafi juga
untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana situasi Indonesia dibawah
kepemimpinan Presiden BJ. Habibie dalam bidang ekonomi dan politik.
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penulisan ini antara lain :
1. Penulisan ini menambah pengetahuan
penulis dan pembaca tentang situasi ekonomi dan politik Indoensia
dibawah kepemimpinan Presiden BJ. Habibie.
2. Menambah koleksi perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP Setia Budhi Rangkasbitung.
BAB II
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
PRESIDEN TRANSISI ORDE BARU MENUJU REFORMASI
2.1. Kehidupan BJ. Habibie
Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult.
Bacharuddin Jusuf Habibie atau yang lebih dikenal sebagai BJ Habibie
merupakan Presiden ke 3 Republik Indonesia setelah Soekarno “Sang
Proklamator RI” dan Soeharto yang terkenal dengan “dinasti” cendana-nya.
BJ. Habibie lahir di Pare-pare Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936.
Beliau terlahir “blaster” antara orang Jawa (ibunya) dengan orang
Sulawesi Selatan (ayahnya). Beliau merupakan anak keempat dari delapan
bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini
Puspowardojo. Habibie yang menikah dengan Hasri Ainun Habibie pada
tanggal 12 Mei 1962 ini dikaruniai dua orang putra yaitu Ilham Akbar dan
Thareq Kemal. Sang Habibie muda harus kehilangan ayahnya yang meninggal
dunia pada 3 September 1950 karena terkena serangan jantung. Tak lama
setelah ayahnya meninggal, Habibie pindah ke Bandung untuk menuntut ilmu
di Gouvernments Middlebare School. Di sekolah yang setingkat SMA
tersebut, beliau mulai tampak menonjol prestasinya, Habibie telah
menunjukkan kecerdasan dan semangat tinggi pada ilmu pengetahuan dan
teknologi khususnya Fisika.
Pada tahun 1954 beliau menamatkan
pendidikannya di Gouvernments Middlebare School dan selanjutnya
meneruskan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi tepatnya di Institut
Teknik Bandung (ITB) di kota Bandung. Di Perguruan Tinggi yang berdiri
pada tanggal 2 Maret 1959 yang sebelumnya bernama Technische Hoogeschool
di mana presiden Indonesia pertama, Soekarno meraih gelar Insinyurnya
dalam bidang Teknik Sipil dan merupakan sekolah tinggi teknik pertama di
Indonesia, BJ Habibie kuliah selama kurang lebih 6 bulan di jurusan
Teknik Mesin namun bukan berarti Habibie berhenti kuliah. Ini
dikarenakan Habibie muda melanjutkan studynya di Rhenisch Wesfalische
Tehnische Hochscule (RWTH) di kota Aachen, Jerman jurusan Teknik
Penerbangan spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen,
Jerman, menerima gelar diplom ingineur pada 1960 dan gelar doktor
ingineur pada 1965 dengan predikat summa cum laude. Keberhasilan Habibie
dalam pendidikannya tak lain karena dukungan seorang ibu yang yang
bekerja keras dalam membiayai anaknya dengan usaha cateringnya karena
habibie kuliah keluar negeri bukan karena mendapatkan bea siswa.
Selama menjadi mahasiswa tingkat
doktoral, BJ Habibie sudah mulai bekerja untuk menghidupi keluarganya
dan biaya studinya. Setelah lulus, BJ Habibie bekerja di
Messerschmitt-Bölkow-Blohm atau MBB di kota Hamburg, Jerman (1965-1969)
sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur
Pesawat Terbang, dan kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan
Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB
(1969-1973). Atas kinerja dan kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia
dipercaya sebagai Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB
periode 1973-1978 serta menjadi Penasihast Senior bidang teknologi untuk
Dewan Direktur MBB (1978 ). Dialah menjadi satu-satunya orang Asia yang
berhasil menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang
Jerman ini. Sebelum memenuhi panggilan Presiden Soeharto untuk kembali
ke Indonesia.
2.1.1. Habibie Bertemu Dengan Soeharto
Ada cerita menarik tentang bagaimana
Habibie bertemu dengan Soeharto. Salah satu pertanyaan umum dan masih
banyak orang tidak mengetahui adalah bagaimana Habibie yang tinggal di
Pulau Celebes (Sulawesi) bisa bertemu dan akrab dengan Soeharto yang
menghabiskan hampir seluruh hidupnya di Pulau Jawa ? Pertemuan pertama
kali Habibie dengan Soeharto terjadi pada tahun 1950 ketika Habibie
berumur 14 tahun. Pada saat itu, Soeharto (Letnan Kolonel) datang ke
Makasar dalam rangka memerangi pemberontakan / separatis di Indonesia
Timur pada masa pemerintah Soekarno. Letkol Soeharto tinggal
berseberangan dengan rumah keluarga Alwi Abdul Jalil Habibie. Karena
ibunda Habibie merupakan orang Jawa, maka Soeharto pun (orang Jawa)
diterima sangat baik oleh keluarga Habibie. Bahkan, Soeharto turut
hadir ketika ayahanda Habibie meninggal. Selain itu, berkat jasa
Soeharto adik Habibie menemukan jodohnya dengan anak buah (prajurit)
Letkol Soeharto. Kedekatan Soeharto-Habibie terus berlanjut meskipun
Soeharto telah kembali ke Pulau Jawa setelah berhasil memberantas
pemberontakan di Indonesia Timur.
2.1.2. Habibie Kembali ke Indonesia
Pada tahun 1968, BJ Habibie telah
mengundang sejumlah insinyur untuk bekerja di industri pesawat terbang
Jerman. Sekitar 40 insinyur Indonesia akhirnya dapat bekerja di MBB atas
rekomendasi Pak Habibie. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan skill
dan pengalaman (SDM) insinyur Indonesia untuk suatu saat bisa kembali ke
Indonesia dan membuat produk industri dirgantara (dan kemudian maritim
dan darat). Dan ketika Presiden Soeharto mengirim Ibnu Sutowo ke Jerman
untuk menemui seraya membujuk Habibie pulang ke Indonesia, BJ Habibie
langsung bersedia dan melepaskan jabatan, posisi dan prestise tinggi di
Jerman. Hal ini dilakukan BJ Habibie demi memberi sumbangsih ilmu dan
teknologi pada bangsa ini. Pada 1974 di usia 38 tahun, BJ Habibie pulang
ke tanah air. Ia pun diangkat menjadi penasihat pemerintah (langsung
dibawah Presiden) di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi
tinggi hingga tahun 1978. Meskipun demikian dari tahun 1974-1978,
Habibie masih sering pulang pergi ke Jerman karena masih menjabat
sebagai Vice Presiden dan Direktur Teknologi di MBB. Habibie mulai
benar-benar fokus setelah ia melepaskan jabatan tingginya di Perusahaan
Pesawat Jerman MBB pada 1978. Dan sejak itu, dari tahun 1978 hingga
1997, ia diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi sekaligus
merangkap sebagai Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Disamping itu Habibie juga diangkat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional
dan berbagai jabatan lainnya.
Ketika menjadi Menristek, Habibie
mengimplementasikan visinya yakni membawa Indonesia menjadi negara
industri berteknologi tinggi. Ia mendorong adanya lompatan dalam
strategi pembangunan yakni melompat dari agraris langsung menuju negara
industri maju. Visinya yang langsung membawa Indonesia menjadi negara
Industri mendapat pertentangan dari berbagai pihak, baik dalam maupun
luar negeri yang menghendaki pembangunan secara bertahap yang dimulai
dari fokus investasi di bidang pertanian. Pola pikir Pak Habibie
disambut dengan baik oleh Pak Harto.Pres. Soeharto pun bersedia
menggangarkan dana ekstra dari APBN untuk pengembangan proyek teknologi
Habibie. Dan pada tahun 1989, Soeharto memberikan “kekuasan” lebih pada
Habibie dengan memberikan kepercayaan Habibie untuk memimpin
industri-industri strategis seperti Pindad, PAL, dan IPTN yang sekarang
berubah menjadi PT Dirgantara Indonesia.
2.1.3. Habibie Menuju RI 1
BJ Habibie adalah seoarang sosok dimana
disatu sisi ia begitu sangat dikagumi namun disisi lain banyak pula yang
tidak sependapat dengan pemikirannya. Setelah kurang lebih selama 20
tahun Habibie menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi dan
jabatan strategis lainnya. Pada tanggal 11 Maret 1997 beliau di pilih
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai Wakil Presiden
mendampingi Soeharto yang untuk ketujuh kalinya sejak 12 Maret 1967
diangkat oleh MPR sebagai Presiden Republik Indonesia. Pada tahun 1997,
Indonesia dan negara lainnya di Asia terkena krisis financial yang
berdampak sangat signifikan dalam mengubah kehidupan masyarakat.
Indonesia baik dibidang ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum maupun
keamanan. Masyarakat Indonesia menginginkan adanya suatu perubahan
disegala aspek kehidupan dan puncaknya pada 12 Mei 1998 dengan dimotori
oleh mahasiswa munculah Gerakan Reformasi yang merupakan suatu gerakan
untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan, terutama perbaikan dalam
bidang politik, sosial, ekonomi, dan hukum. Reformasi merupakan suatu
perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan perikehidupan yang
baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Banyak hal yang
mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama
terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Perlu
ditekankan Orde baru adalah sebutan dimana Soeharto menjadi pucuk
kekuasaan tertinggi di Indonesia. Tekad Orde Baru pada awal
kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan
dalam mengendalikan pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk terus
menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal ini menimbulkan
akses-akses nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru
tersebut. Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai
Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak
dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan
semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan
rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di
pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa
“Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh
MPR”. Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya
kepada institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidak percayaan itulah yang
menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Gerakan reformasi menuntut
untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan
DPR dan MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN. Gerakan reformasi
juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket
undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di
antaranya :
- UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum
- UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR / MPR
- UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
- UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum
- UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Perkembangan ekonomi dan pembangunan
nasional dianggap telah menimbulkan ketimpangan ekonomi yang lebih
besar. Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, konglomerasi,
tidak mempu menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat
Indonesia. Pemilihan umum tahun 1997 ditandai dengan kemenangan Golkar
secara mutlak. Golkar yang meraih kemenangan mutlak memberi dukungan
terhadap pencalonan kembali Soeharto sebagai Presiden dalam Sidang Umum
MPR tahun 1998 – 2003. Sedangkan di kalangan masyarakat yang dimotori
oleh para mahasiswa berkembang arus yang sangat kuat untuk menolak
kembali pencalonan Soeharto sebagai Presiden. Krisis finansial yang
melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, dan
ternyata ekonomi Indonesia belum mampu untuk menghadapi krisis global
tersebut. Krisi ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Ketika nilai tukar rupiah
semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan
berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter
Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah
bank pada akhir tahun 1997. Sementara itu untuk membantu bank-bank yang
bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN). Ternyata usaha yang dilakukan pemerintah ini tidak dapat
memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin
bertambah besar dan tidak dapat di kembalikan begitu saja.
Faktor lain yang menyebabkan krisis
ekonomi yang melanda Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar
negeri. Namun, utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan
utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta. Utang yang
menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462 miliar
dollar Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar
Amerika Serikat. Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar
negeri terhadap Indonesia semakin menipis. Keadaan seperti ini juga
dipengaruhi oleh keadaan perbankan di Indonesia yang di anggap tidak
sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta tingginya kredit macet.
Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah
pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada
tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi para mahasiswa terjadi tanggal 12 Mei
1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula damai
itu berubah menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya empat orang
mahasiswa Trisakti yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan
Lesmana, dan Hafidhin Royan. Tragedi Trisakti itu telah mendorong
munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan masyarakat yang menantang
kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak
merakyat.
Pada saat kejadian Presiden Soeharto
masih ada di Mesir dalam rangka kunjungan kenegaraan dan sekembalinya
dari Mesir tuntutan dari masyarakat agar Presiden Soeharto mengundurkan
diri semakin banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung
DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan para pimpinan DPR / MPR akhirnya
berubah menjadi mimbar bebas dan mereka memilih untuk tetap tinggal di
gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan reformasi total di
penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat demontrasinya agar
presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat tanggapan dari
Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal 18 Mei 1998
pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto
mengundurkan diri. Akhirnya Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 09.00 WIB
bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto meletakkan jabatannya
sebagai presiden di hadapan Ketua dan beberapa anggota dari Mahkamah
Agung. Dan Tepat pada pukul 09.10 wakil presiden B.J. Habibie
mengucapkan sumpah sebagai presiden Republik Indonesia, dengan
disaksikan pimpinan Mahkamah Agung. Maka sejak saat itu, Presiden
Republik Indonesia dijabat oleh B.J. Habibie sebagai Presiden yang ke-3.
2.2. Ekonomi Indonesia pada Masa Presiden BJ Habibie
Presiden BJ Habibie adalah presiden
pertama di era reformasi. Dalam periode awal menjabat presiden beliau
masing dianggap berbau rezim Orde Baru dan kepanjangan dari tangan
Soeharto, maklum dia adalah salah satu orang yang paling dekat dan di
percaya oleh Soeharto. Habibie mewarisi kondisi kacau balau pasca
pengunduran diri Soeharto termasuk keadaan ekonomi Indonesia yang
mengalami keterpurukan yang otomatis menyebabkan kesejahteraan rakyat
makin menurun. Sebelum berpikir jauh, alangkah baiknya mengetahui dari
definisi ekonomi itu sendiri. Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial
yang mempelajari aktivitas yang berhubungan dengan produksi, distribusi,
pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Istilah “ekonomi” sendiri
berasal dari kata Yunani oikos yang berarti “keluarga, rumah tangga”
dan nomos, atau “peraturan, aturan, hukum,” dan secara garis besar
diartikan sebagai “aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah tangga.”.
Menurut Bapak Ekonomi yaitu Adam Smith (1723 – 1790) dalam bukunya An
Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nation, biasa
disingkat The Wealth of Nation, yang diterbitkan pada tahun 1776 Ilmu
ekonomi adalah Bahan kajian yang mempelajari upaya manusia memenuhi
kebutuhan hidup di masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan. Jadi
bagaimana kebijakan Habibie dalam kepemimpinannya untuk meningkatkan dan
memenuhi kebutuhan hidup rakyat Indonesia, inilah yang jadi pembahasan.
Sejak krisis moneter yang melanda
Indonesia pada pertengahan tahgun 1997, perusahaan perusahaan swasta
mengalami kerugaian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan
mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan upah
pekerjanya. Keadaan seperti ini menjadi masalah yang cukup berat karena
disatu sisi perusahaan mengalami kerugaian yang cukup besar dan disisi
lain para pekerja menuntut kenaikan gaji. Tuntutan para pekerja untuk
menaikkan gaji sangat sulit dipenuhi oleh pihak perusahaan, akhirnya
banyak perusahaan yang mengambil tindakan untuk mengurangi tenaga kerja
dan terjadilah PHK. Kondisi perekonomian semakin memburuk, karena pada
akhir tahun 1997 persedian sembilan bahan pokok sembako di pasaran mulai
menipis. Hal ini menyebabkan harga-harga barang naik tidak terkendali.
Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat. Ini adalah
kesalahan Pemerintah Orde Baru yang mempunyai tujuan menjadikan Negara
Republik Indonesia sebagai negara industri, namun tidak
mempertimbangkan kondisi riil di Masyarakat Indonesia yang merupakan
sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang tergolong masih
rendah. Dan ujung-ujungnya masyarakat miskin Indonesia menjadi bertambah
dan bertambah pula beban pemerintah dalam mendongkrak perekonomian guna
meningkatkan kesejehteraan rakyat. Habibie yang menjabat sebagai
presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba parah.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk dapat
mengatasi krisis ekonomi dan untuk menjalankan pemerintahan, Presiden
Habibie tidak mungkin dapat melaksanakannya sendiri tanpa dibantu oleh
menteri-menteri dari kabinetnya. Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden
Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang
dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16
orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer
(ABRI), Golkar, PPP, dan PDI.
Langkah pertama yang dilakukan BJ
Habibie dalam mengatasi krisis ekonomi Indonesia antara lain mendapatkan
kembali dukungan dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan komunitas
negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
mulai positif pada Triwulan I dan II tahun 1999. Hal ini menunjukkan
bahwa perekonomian Indonesia mengalami pemulihan. Untuk mewadahi
reformasi ekonomi telah diberlakukan beberapa Undang-Undang yang
mendukung persaingan sehat, seperti UU Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan usaha tidak sehat dan UU Perlindungan Konsumen. Praktek
monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku
usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persai ngan usaha
tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sedangkan Persaingan
usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan
dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan
usaha. Dan semuanya berdasarkan kepada asas Demokrasi Ekonomi dengan
memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum. Serta untuk mecapai tujuan menjaga kepentingan umum
dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mewujudkan iklim usaha yang
kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga
menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku
usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
Pengembangan ekonomi kerakyatan yang
dalam rangka memberdayakan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan dan
memperkuat ketahanan ekonomi sosial penekanannya adalah pada usaha
kecil, menengah dan koperasi menjadi salah satu perhatian utama. Nilai
tukar rupiah terjun bebas dari Rp 2.000 per dolar AS menjadi Rp
12.000-an per dolar pada awal terjadinya krisis moneter dan utang luar
negeri yang jatuh tempo sehinga membengkak akibat depresiasi
(penyusutan) rupiah. Hal ini diperbarah oleh perbankan swasta yang
mengalami kesulitan likuiditas. Inflasi meroket diatas 50%, dan
pengangguran mulai terjadi dimana-mana. Ada beberapa hal yang dilakukan
oleh pemerintahan Habibie untuk memperbaiki perekonomian Indonesia
antaranya :
1. Merekapitulasi perbankan dan menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian.
Bank Indonesia adalah lembaga negara
yang independent berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Bank
Indonesia. Dalam rangka mencapai tujuan untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia didukung oleh 3 (tiga) pilar
yang merupakan 3 (tiga) bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu :
- Menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter
- Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
- Mengatur dan mengawasi Bank
2. Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pengertian lain adalah
kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau utang
yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya. Banyaknya utang
perusahaan swasta yang jatuh tempo dan tak mampu membayarnya dan pada
akhirnya pemerintah mengambil alih bank-bank yang bermasalah dengan
tujuan menjaga kestabilan ekonomi Indonesia yang pada masa itu masih
rapuh.
3. Menaikan nilai tukar rupiah
Selama lima bulan pertama tahun 1998,
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berfluktuasi. Selama triwulan
pertama, nilai tukar rupiah rata-rata mencapai sekitar Rp9200,- dan
selanjutnya menurun menjadi sekitar Rp8000 dalam bulan April hingga
pertengahan Mei. Nilai tukar rupiah cenderung di atas Rp10.000,- sejak
minggu ketiga bulan Mei. Kecenderungan meningkatnya nilai tukar rupiah
sejak bulan Mei 1998 terkait dengan kondisi sosial politik yang
bergejolak. nilai tukar rupiah menguat hingga Rp. 6500 per dollar AS di
akhir masa pemerintahnnya.
4. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
Pada tanggal 15 januari 1998 (masih orde
baru ) Indonesia telah menandatangani 50 butir kesepakatan (letter of
intent atau Lol) dengan IMF. Salah satunya adalah memberikan bantuan
(pinjaman) kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas. Skema ini
dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi
masalah krisis. Pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
merupakan konsekuensi diterbitkannya kebijakan pemerintah yang tertuang
dalam Kepres No.26/1998 dan Kepres No.55/1998. Keppres itu terbit
setelah sebelumnya didahului munculnya Surat Gubernur BI (Soedradjad
Djiwandono, ketika itu) tertanggal 26 Desember 1997 kepada Presiden dan
disetujui oleh Presiden Soeharto sesuai surat Mensesneg No.R
183/M.sesneg/12/19997. Atas dasar hukum itulah Bank Indonesia
melaksanakan penyaluran BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) kepada
perbankan nasional. Total BLBI yang dikucurkan hingga program penyehatan
perbankan nasional selesai mencapai Rp144,5 triliun, dana itu tersalur
ke 48 bank. Pada tahun 1999 di zaman Presiden BJ Habibie sebanyak 48
Bankir penerima BLBI melakukan penyelesaiaan settlement aset atas BLBI
yang diterimanya melalui berbagai macam perjanjian dengan Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang terdiri dari lima bankir
mengikat perjanjian dengan skema Master of Settlement Acquisition
Agreement (MSAA) dimana nilai aset yang diserahkan kepada pemerintah
sama dengan total hutang BLBI yakni sebesar Rp89,2 triliun, tiga bankir
menyelesaikan utang dengan mengikat perjanjian Master of Refinancing and
Notes Issuence Agreement (MRNIA) dimana nilai aset lebih kecil
dibandingkan hutang BLBI yang diterima sehingga harus ditambah personal
guarantee dengan total utang BLBI sebesar Rp22,7 triliun.Selain itu
terdapat 25 bankir mengikat perjanjian penyelesaian hutang melalui skema
Akte Pengakuan Utang (APU) sebesar Rp20.8 triliun, sementara 15 bankir
semua asetnya langsung ditangani oleh Bank Indonesia yang sampai hari
ini belum jelas pertanggung jawabannya sebesar Rp11,8 triliun. Jadi
untuk MSAA dan MRNIA saja sudah 77 % mewakili penyelesaain BLBI. Khusus
untuk perjanjian APU tidak semua menandatanganinnya di era Presiden
Habibie, sebagian di era Presiden Abdurahman ‘Gusdur’ Wahid, sebagian
lagi dimasa Presiden Megawati. Sementara sebagian yang tidak kooperatif
dan diserahkan kepolisi pada masa pemerintahan Megawati jumlahnya
delapan orang, diantarannya Atang Latief (Bank Bira), James Januardy
(Bank Namura), Ulung Bursa (Lautan Berlian).
Beberapa keberhasilan ekonomi di era
Habibie sebenarnya tidak lepas dari usaha kerja keras para kabinetnya
yang reformis. Namun, perlu disadari bahwa Habibie bukanlah presiden
yang benar-benar reformis dalam menolak kebijakan ekonomi ala IMF.
Dengan keterbatasannya, beliau terpaksa menjalani 50 butir kesepakatan
(LoI) antara pemerintah Indonesia dengan IMF, sehingga penangganan
krisis ekonomi di Indonesia pada hakikatnya lebih pada penyembuhan
dengan “obat generik”, bukan penyembuhan ekonomi “terapis” ataupun “obat
tradisional”. Sehingga ketika meninggalkan tampuk kekuasaan, Indonesia
masih rapuh. Disisi lain, Habibie masih sangat mempercayai tokoh-tokoh
Orde baru duduk di kabinetnya, padahal masyarakat menuntut reformasi.
Dan tampaknya, Habibie memang menempatkan dirinya sebagai Presiden
Transisi, bukan Presiden yang Reformis.
2.3. Politik Indonesia Pada Masa Presiden BJ Habibie
Apa sih yang di maksud dengan
politik ? mungkin ini pertanyaan yang terbesit di otak kita ketika
pertama kita membicarakan politk di negeri ini. Secara etimologis,
politik berasal dari bahasa Yunani ”polis” yang berarti kota yang
berstatus negara. Secara umum istilah politik dapat diartikan berbagai
macam kegiatan dalam suatu negara yang menyangkut proses menentukan
tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.
Menurut Miriam Budiardjo dalam buku ”Dasar-dasar Ilmu Politik”, ilmu
politik adalah ilmu yang mempelajari tentang perpolitikan. Politik
diartikan sebagai usaha-usaha untuk mencapai kehidupan yang baik.
Beberapa definisi berbeda juga diberikan oleh para ahli , misalnya:
1. Menurut Bluntschli, Garner dan Frank
Goodnow menyatakan bahwa ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari
lingkungan kenegaraan.
2. Menurut Seely dan Stephen Leacock, ilmu politik merupakan ilmu yang serasi dalam menangani pemerintahan.
3. Dilain pihak pemikir Prancis seperti
Paul Janet menyikapi ilmu politik sebagai ilmu yang mengatur
perkembangan negara begitu juga prinsip- prinsip pemerintahan, Pendapat
ini didukung juga oleh R.N. Gilchrist.
Presiden Habibie mengadakan
reformasi dalam bidang politik dan berusaha menciptakan politik yang
transparan, yang selama orde baru Indonesia selalu diwarnai Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata
kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan
tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,
dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada
mereka. Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat
kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian
yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai
pelicin agar segala urusannya menjadi lancar kecenderungan untuk
mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dl jabatan,
pangkat di lingkungan pemerintah. Nepotisme berarti lebih memilih
saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan
kemampuannya.
Pada masa pemerintahan Habibie,
orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum. Presiden Habibie
memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik
dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demontrasi. Namun
khusus demontrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan
demontrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan
menentukan tempat untuk melakukan demontrasi tersebut. Untuk menjamin
kepastian hukum bagi para pengunjuk rasa, pemerintahan bersama (DPR)
berhasil merampungkan perundang-undangan yang mengatur tentang unjuk
rasa atau demonstrasi. adalah UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Adanya undang – undang tersebut
menunjukkan bahwa pemerintah memulai pelaksanaan sistem demokrasi yang
sesungguhnya. Agenda reformasi yang disuarakan oleh mahasiswa yang
antara lain penghapusan Dwi fungsi ABRI dan Otonomi daerah yang
seluas-luasnya menjadi perhatian BJ Habibie dalam kebijakan politiknya.
Pengertian Dwifungsi ABRI adalah
fungsi yang melekat dan dimiliki pada seluruh prajurit ABRI sebagai
kekuatan hankam dan kekuatan sosial politik dalam rangka perjuangan
nasional untuk mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 (SK. Menhankam Pangab No. Skep 614/VI/1982). Memang Dwi fungsi ABRI
telah ada sejak masa Revolusi Kemerdekaan, walaupun pada masa itu belum
ada undang-undang yang mengatur tentang penetapan Dwi Fungsi ABRI.
Tetapi dalam masa rezim Orde Baru, Dwi Fungsi ABRI benar-benar menjelma
dalam setiap sendi-sendi dan unsur pemerintahan, ini menunjukan bahwa
militer ingin lebih berperan dalam menentukan hajat hidup rakyat
Indonesia bukan hanya menjadi alat pertahanan negara, tetapi juga
berkecimpung dalam lembaga-lembaga legislatif dan eksekutif. Menanggapi
munculnya gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI menyusul turunnya
Soeharto dari kursi kepresidenan, ABRI melakukan langkah-langkah
pembaharuan dalam perannya di bidang sosial-politik.Setelah reformasi
dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara
bertahap yaitu dari 75 orang menjadi 38 orang. Langkah lain yang di
tempuh adalah ABRI semula terdiri dari empat angkatan yaitu Angkatan
Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian RI, namun mulai tanggal 5 Mei
1999 Polri memisahkan diri dari ABRI dan kemudian berganti nama menjadi
Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun berubah menjadi TNI yang terdiri
dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
Pembangunan Indonesia pada masa orde
baru yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara
pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian
besar disedot ke pusat dapat membawa negeri ini ke arah disintergrasi
bangsa. Namun UU Otonomi Daerah yang dilahirkan pada masa pemerintahan
Habibie berhasil memberikan landasan yang kokoh bagi Indonesia untuk
tidak terjerumus kedalam nasib yang sama seperti Negara Yugoslavia dan
Uni Soviet. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku. Pemerintahan Habibie yang memerintah
setelah jatuhnya rezim Suharto harus menghadapi tantangan untuk
mempertahankan integritas nasional dan dihadapkan pada beberapa pilihan
yaitu :
1. mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah
2. pembentukan negara federal; atau
3. membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
Pada masa ini, pemerintahan Habibie
memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru untuk menggantikan
Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan Undang-Undang
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah.
Pada tahun 1999, Atas desakan
publik, Pemilu yang baru segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil
Pemilu 1997 segera diganti Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan
pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. Pada saat itu
untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh
pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional,
karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk
Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan
dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil
presiden yang baru. Ini berarti bahwa dengan pemilu dipercepat, yang
terjadi bukan hanya bakal digantinya keanggotaan DPR dan MPR sebelum
selesai masa kerjanya, tetapi Presiden Habibie sendiri memangkas masa
jabatannya yang seharusnya berlangsung sampai tahun 2003, suatu
kebijakan dari seorang presiden yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sebelum menyelenggarakan Pemilu yang dipercepat itu, pemerintah
mengajukan RUU tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu dan RUU
tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Setelah RUU disetujui
DPR dan disahkan menjadi UU, presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum
(KPU) yang anggota-anggotanya adalah wakil dari partai politik dan wakil
dari pemerintah. Satu hal yang secara sangat menonjol membedakan Pemilu
1999 dengan Pemilu-pemilu sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999 ini
diikuti oleh banyak sekali peserta. Ini dimungkinkan karena adanya
kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peserta Pemilu kali ini
adalah 48 partai. Ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
jumlah partai yang ada dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM,
yakni 141 partai. Meskipun masa persiapannya tergolong singkat,
pelaksanaan pemungutan suara pada Pemilu 1999 ini bisa dilakukan sesuai
jadwal, yakni tanggal 7 Juni 1999. Tidak seperti yang diprediksikan dan
dikhawatirkan banyak pihak sebelumnya, ternyata Pemilu 1999 bisa
terlaksana dengan damai, tanpa ada kekacauan yang berarti.
Dengan terselenggaranya Pemilu 1999
yang dimenangkan oleh Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan
pimpinan Megawati Soekarno Putri, BJ Habibie telah menunjukan dan
mengajari kita tentang pendidikan politik dalam arti demokrasi yang
sebenarnya. Karena “demokratis”-nya Habibie, maka ia pun memberikan
opsi referendum bagi rakyat Timor-Timur untuk menentukan sikap masa
depannya. Timor-timur menjadi bagian Indonesia pada 17 Juli 1976. Namun,
perlu dicatat bahwa Habibie bukanlah orang yang bodoh dengan mudah
memberikan opsi referendum tanpa alasan yang jelas dan tepat. Habibie
sebagai Presiden RI memberikan opsi referendum kepada rakyat Timor-Timur
mengingat bahwa Timor-Timur tidak masuk dalam peta wilayah Indonesia
sejak deklarasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Secara yuridis, wilayah kesatuan negara Indonesai sejak 17 Agustus 1945
adalah wilayah bekas kekuasaan kolonialisme Belanda yakni dari Sabang
(Aceh) hingga Merauke (Irian Jaya/ Papua). Ketika Indonesia merdeka,
Timor-Timur merupakan wilayah jajahan Portugis. Setelah referendum yang
diadakan pada tanggal 30 Agustus 1999, di bawah perjanjian yang
disponsori oleh PBB antara Indonesia dan Portugal, mayoritas penduduk
Timor timur memilih merdeka dari Indonesia dan menjadi Negara Timor
Leste. Inilah yang dianggap sebagai kebijakan yang salah oleh
masyarakat Indonesia dan mendorong adanya usaha untuk menjatuhkan
Habibie dari kursi kepresidenan.
Pada sidang umum MPR tahun 1999,
laporan pertanggungjawaban BJ Habibie sebagai Presiden di tolak oleh
MPR. Akibatnya Habibie tidak akan mencalonkan lagi sebagai Presiden
sebagai gantinya pada tanggal 20 Oktober 1999 KH. Abdurrahman Wahid
terpilih sebagai Presiden RI ke 4 dan Megawati Soekarno Putri sebagai
pimpinan partai pemenang pemilu menjadi Wakil Presiden RI ke 8. Dengan
demikian berakirlah tugas sang Presiden Transisi dalam memimpin Republik
Indonesia. Meski diliputi lepasnya Timor Timur, transformasi dari Orde
Baru ke Era Reformasi berjalan relatif lancer. Hal ini tak lepas dari
peran Habibie yang berhasil meletakkan pondasi baru yang terbukti lebih
kokoh dan kuat menghadapi perubahan jaman.